Kamis, 07 April 2011

Setitik Terang di Balik Setiap Kesulitan

Suatu kala, ada seorang yang cukup terkenal akan kepintarannya dalam membantu orang mengatasi masalah. Meskipun usianya sudah cukup tua, namun kebijaksanaannya luar biasa luas. Karena itulah, orang berbondong-bondong ingin bertemu dengannya dengan harapan agar masalah mereka bisa diselesaikan.

Setiap hari, ada saja orang yang datang bertemu dengannya. Mereka sangat mengharapkan jawaban yang kiranya dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang sedang mereka hadapi. Dan hebatnya, rata-rata dari mereka puas akan jawaban yang diberikan. Tidak heran, kepiawaiannya dalam mengatasi masalah membuat namanya begitu tersohor.

Suatu hari, seorang pemuda mendengar pembicaraan orang-orang di sekitar yang bercerita tentang orang tua tersebut. Ia pun menjadi penasaran dan berusaha mencari tahu keberadaannya. Ia juga ingin bertemu dengannya. Ada sesuatu yang sedang mengganjal di hatinya dan ia masih belum mendapatkan jawaban. Ia berharap mendapatkan jawaban dari orang tua tersebut.

Setelah berhasil mendapatkan lokasi tempat tinggal orang tua itu, ia bergegas menuju ke sana. Tempat tinggal orang tua tersebut dari luar terlihat sangat luas bagai istana.

Setelah masuk ke dalam rumah, ia akhirnya bertemu dengan orang tua bijaksana tersebut. Ia bertanya, "Apakah Anda orang yang terkenal yang sering dibicarakan orang-orang mampu mengatasi berbagai masalah?"

Orang tua itu menjawab dengan rendah hati, "Ah, orang-orang terlalu melebih-lebihkan. Saya hanya berusaha sebaik mungkin membantu mereka. Ada yang bisa saya bantu, anak muda? Kalau memang memungkinkan, saya akan membantu kamu dengan senang hati."

"Mudah saja. Saya hanya ingin tahu apa rahasia hidup bahagia? Sampai saat ini saya masih belum menemukan jawabannya. Jika Anda mampu memberi jawaban yang memuaskan, saya akan memberi hormat dan dua jempol kepada Anda serta menceritakan kehebatan Anda pada orang-orang," balas pemuda itu.

Orang tua itu berkata, "Saya tidak bisa menjawab sekarang."

Pemuda itu merengut, berkata, "Kenapa? Apakah Anda juga tidak tahu jawabannya?"

"Bukan tidak bisa. Saya ada sedikit urusan mendadak," balas orang tua itu. Setelah berpikir sebentar, ia melanjutkan, "Begini saja, kamu tunggu sebentar."

Orang tua itu pergi ke ruangan lain mengambil sesuatu. Sesaat kemudian, ia kembali dengan membawa sebuah sendok dan sebotol tinta. Sambil menuangkan tinta ke sendok, ia berkata, "Saya ada urusan yang harus diselesaikan. Tidak lama, hanya setengah jam. Selagi menunggu, saya ingin kamu berjalan dan melihat-lihat keindahan rumah dan halaman di luar sambil membawa sendok ini."

"Untuk apa?" tanya pemuda itu dengan penasaran.

"Sudah, jangan banyak tanya. Lakukan saja. Saya akan kembali setengah jam lagi," kata orang tua itu seraya menyodorkan sendok pada pemuda itu dan kemudian pergi.

Setengah jam berlalu, dan orang tua bijak itu pun kembali dan segera menemui pemuda itu.

Ia bertanya pada pemuda itu, "Kamu sudah mengelilingi seisi rumah dan halaman di luar?"

Pemuda itu menganggukkan kepala sambil berkata, "Sudah."

Orang tua itu lanjut bertanya, "Kalau begitu, apa yang sudah kamu lihat? Tolong beritahu saya."

Pemuda itu hanya diam tanpa menjawab.

Orang tua itu bertanya lagi, "Kenapa diam? Rumah dan halaman begitu luas, banyak sekali yang bisa dilihat. Apa saja yang telah kamu lihat?"

Pemuda itu mulai bicara, "Saya tidak melihat apa pun. Kalau pun melihat, itu hanya sekilas saja. Saya tidak bisa ingat sepenuhnya."

"Mengapa bisa begitu?" tanya orang tua itu.

Sang pemuda dengan malu menjawab, "Karena saat berjalan, saya terus memperhatikan sendok ini, takut tinta jatuh dan mengotori rumah Anda."

Dengan senyum, orang tua bijak itu berseru, "Nah, itulah jawaban yang kamu cari-cari selama ini. Kamu telah mengorbankan keindahan rumah yang seharusnya bisa kamu nikmati hanya untuk memerhatikan sendok berisi tinta ini. Karena terus mengkhawatirkan tinta ini, kamu tidak sempat melihat rumah dan halaman yang begitu indah. Rumah ini ada begitu banyak patung, ukiran, lukisan, hiasan dan ornamen yang cantik. Begitu juga dengan halaman rumah yang berhiaskan bunga-bunga warna-warni yang bermekaran. Kamu tidak bisa melihatnya karena kamu terus melihat sendok ini."

Ia melanjutkan, "Jika kamu selalu melihat kejelekan di balik tumpukan keindahan, hidup kamu akan dipenuhi penderitaan dan kesengsaraan. Sebaliknya, jika kamu selalu mampu melihat keindahan di balik tumpukan kejelekan, maka hidup kamu akan lebih indah. Itulah rahasia dari kebahagiaan. Apakah sekarang sudah mengerti, anak muda?"

Pemuda itu benar-benar salut atas kebijaksaan dari orang tua itu. Ia sungguh puas dengan jawabannya. Akhirnya ia menemukan jawaban yang selama ini ia cari. Sebelum pergi, ia menepati janjinya dengan memberi hormat dan dua jempol kepada orang tua tersebut.

Kerabat Imelda...Dalam hidup ini, alangkah baiknya kita tidak menjerumuskan diri kita ke dalam keterpurukan. Selalu ada hal positif yang bisa kita ambil. Jangan mengorbankan keindahan hidup hanya untuk melihat sisi jeleknya. Jadilah orang yang senantiasa melihat setitik terang di dalam gelap.
SUMBER: Suhardi - andriewongso.com

Selasa, 05 April 2011

Air Sungai yang Kotor

Suatu kala, seorang pemuda sedang berkelana bersama dengan gurunya ke suatu tempat yang cukup jauh. Perjalanan tersebut membutuhkan waktu berhari-hari. Karena mereka hanya berjalan kaki, mereka harus beristirahat jika sedang lelah atau mencari tempat menginap jika hari sudah menjelang malam.


Suatu hari, di tengah perjalanan, mereka berhenti untuk beristirahat dan melepas lelah. Mereka saat itu sedang berada di sebuah hutan. Sang guru meminta muridnya untuk mencari air minum.


Pemuda itu kemudian pergi. Setelah mencari ke sana kemari, akhirnya ia berhasil menemukan sebuah sungai yang airnya cukup jernih. Maka ia pun menuju ke sungai tersebut untuk mengambil air minum.


Tapi sayang, ternyata ada beberapa wanita yang sedang mencuci pakaian di sungai tersebut. Tentu saja air sungai tersebut menjadi kotor dan tidak bisa di minum. Dalam hati ia berkata, "Airnya begitu kotor. Bagaimana mungkin saya memberi air ini pada guru?" Pemuda itu pun bergegas kembali menemui gurunya.


Pemuda itu berkata, "Guru, sebenarnya saya sudah menemukan sungai. Sayang, airnya tidak bisa diambil. Ada orang yang mencuci di sana sehingga airnya menjadi kotor."


Gurunya memberitahu pemuda itu, "Oh, begitu ya. Coba tunggu sebentar dan kemudian pergi ke sana lagi."


Tanpa bertanya, pemuda itu menuruti perintah gurunya yang terkenal bijaksana. Setelah beberapa saat, ia kembali ke sungai tersebut. Setelah tiba, ia memang tidak melihat wanita-wanita yang tadi karena mungkin sudah selesai mencuci. Yang ada hanyalah sekumpulan anak-anak yang sedang mandi. Melihat hal ini, ia segera kembali menemui gurunya.


Ia berkata, "Guru. Tadi saya sudah kembali ke sungai itu. Tapi, anak-anak sedang mandi. Sudah pasti airnya tidak bisa diambil untuk minum. Bagaimana baiknya? Apakah kita melanjutkan perjalanan saja dan mencari air di tempat lain?"


Gurunya tersenyum dan menjawab, "Oh, begitu ya. Coba tunggu sebentar dan kemudian pergi ke sana lagi."


Pemuda itu bingung dan bertanya-tanya mengapa gurunya terus memintanya pergi ke sungai itu padahal jelas-jelas ia tidak akan bisa mendapatkan air untuk diminum.


Namun ia turuti juga apa kata gurunya dan setelah beberapa saat, ia kembali ke sungai tersebut.


Sesampainya di sana, ternyata di sungai itu sudah tidak ada orang. Anak-anak sudah selesai mandi. Ia mendekat ke tepi sungai dan melihat air sungai sudah menjadi jernih. Dengan senyum, ia minum air tersebut dan kemudian memasukkan air ke dalam tempat minum.


Pemuda itu segera kembali dan memberitahu gurunya. Ia berkata, "Guru, ternyata setelah saya kembali ke sungai itu, airnya sudah jernih. Jadi, kita bisa mendapat air minum."


Dengan senyum gurunya bertanya, "Airnya menjadi jernih karena air sungai senantiasa mengalir. Airnya mungkin saja kotor, tapi itu hanya sementara. Setelah beberapa saat air akan kembali jernih karena air terus mengalir. Air kotor mengalir jauh dan digantikan air jernih. Semua ini terjadi dengan sendirinya."


Gurunya melanjutkan, "Begitu juga dengan dirimu. Kamu bisa belajar dari air yang mengalir ini. Setiap kali kamu terganggu oleh banyak pikiran yang rumit penuh masalah, biarkan saja mengalir. Sabar dan beri waktu, maka pikiran tersebut akan hilang dan digantikan dengan pikiran yang lebih jernih. Ini akan terjadi dengan sendirinya."


Pemuda itu berkata, "Terima kasih guru telah memberi saya sebuah pelajaran yang amat berharga."


Kerabat Imelda...sebagai manusia kita selalu tidak terlepas dari berbagai beban dan masalah. Kadang kala masalah yang sedang kita hadapi cukup rumit sehingga membuat pikiran kita seakan-akan mau 'meledak'.


Semakin dipikir, semakin rumit masalah tersebut. Kadang-kadang kita pasti mengalami hal seperti ini. Namun, pikiran yang kusut tidak akan banyak membantu, malah akan semakin memperumit keadaan. Pikiran yang tenang dan jernih akan membuat Anda lebih bijaksana dalam mengambil keputusan maupun solusi atas penyelesaian masalah tersebut.


Ketenangan pikiran tidak sulit diraih jika kita bersedia membiarkan pikiran kita yang sedang kusut untuk pergi menjauh. Relakan pikiran tersebut lenyap. Sama seperti air yang senantiasa mengalir, pikiran kita juga senantiasa mengalir.


Mungkin saat ini, pikiran kita sedang kacau dan tidak bisa berpikir jernih. Beri sedikit waktu untuk menenangkan diri. semua akan mengalir dengan sendirinya. Pikiran yang sedang kacau akan digantikan pikiran yang jernih.


Saat pikiran sudah jernih, mungkin akan timbul ide atau bahkan solusi yang sebelumnya tidak terbayangkan. Dengan munculnya ide atau solusi, masalah kita akan bisa diselesaikan dengan bijaksana.


Ketahuilah juga bahwa masalah selalu datang dan pergi silih berganti layaknya air yang senantiasa mengalir. Hari ini masalah datang, esoknya beres. Esoknya datang masalah baru dan esoknya beres. Semuanya mengalir. Jika pikiran Anda bisa mengalir bebas seperti air, maka seberat apa pun masalah yang muncul, tidak akan berarti apa-apa. Anda sudah tahu masalah akan mengalir jauh digantikan dengan datangnya solusi.
BonekaRata Penuh Cantik yang Tak Sadar Kecantikannya

Di sebuah desa yang aman dan damai, ada seorang pembuat boneka yang sangat terkenal. Dengan sentuhan tangannya, boneka-boneka yang dibuat seolah-olah bisa hidup. Sebab, ia selalu membuat boneka dengan hati dan perasaannya. Tak heran, setiap boneka yang dibuatnya, selalu saja jadi rebutan untuk dibeli orang.

Seiring dengan berjalannya waktu, sang pembuat boneka pun mulai menua. Ia merasa, inilah saatnya membuat karya terakhir sebelum ajal menjemput. Untuk itu, ia pun segera bersiap-siap membuat boneka terbaik yang bisa dibuatnya.

Bahan-bahan terbaik pun dikumpulkannya. Kali ini, ia bertekad membuat boneka perempuan tercantik yang tak ada bandingannya. Maka, setiap hari, setiap waktu, sang pembuat boneka pun hanya berkutat untuk terus memperbaiki karyanya.

Sekian lama membuat boneka yang akan jadi karya terakhir, si pembuat boneka pun akhirnya puas. Ia merasa, sudah membuat boneka sempurna yang akan jadi peninggalan terbaik karyanya. Ditimangnya boneka itu dengan penuh sayang, seperti anaknya sendiri.

Setelah puas menimang, si pembuat boneka membawa boneka itu ke depan cermin untuk semakin melihat kesempurnaannya. Ia pun berkata. "Hai boneka cantik. Lihatlah dirimu. Engkau pasti akan jadi boneka yang bisa membawa senyum dan tawa bahagia karena keelokanmu," ucapnya.

Namun, tiba-tiba, boneka itu seolah-olah berkata. "Ah, aku tidak cantik! Lihatlah, rambutku hitam. Padahal aku ingin punya rambut pirang nan menawan. Mataku gelap. Padahal aku ingin punya mata hijau seperti indahnya pepohonan. Aku juga tak suka bentuk tubuhku yang terlalu kurus. Aku ingin tubuhku lebih berisi sehingga bisa menawan hati!"

Si pembuat boneka pun jadi sedih mendengar keluhan ciptaannya. Maka, ia pun mencampakkan begitu saja karya yang tadi sangat dipujanya. Sehingga, boneka itu pun teronggok begitu saja dan lama-kelamaan dilupakan oleh pembuatnya. Boneka yang tadinya ingin dijadikan karya terbaik, kini telah jadi benda yang tak berarti apa-apa.

Kerabat Imelda...kadang kita tak pernah puas dengan apa yang sudah kita dapat. Sibuk memikirkan apa yang belum dimiliki, dan lupa bersyukur dengan apa yang sudah didapatkan. Sehingga, tanpa sadar, apa yang sudah didapat, lama-lama justru akan berkurang atau bahkan hilang.

Padahal, Tuhan sebagai Sang Maha pencipta, telah memberikan kesempurnaan yang tiada tara bagi kita. Hanya saja, sering kali kita justru terfokus pada kekurangan yang dimiliki. Tak jarang, kita mengutuki mengapa tercipta begini, mengapa kurang begitu. Sehingga, kita lupa, bahwa kita bisa hidup saja sudah merupakan anugerah tak ternilai yang diberikan Ilahi.

Tak salah memang, jika ingin mendapat sesuatu yang lebih baik. Tak salah juga jika kita ingin mencapai sukses yang lebih tinggi. Hanya saja, jangan melupakan apa yang sudah diperoleh. Sehingga, saat mengejar yang lebih tinggi, cenderung melakukan apa saja. Akibatnya, sikut sana, sikut sini.

Mari, buka mata dan buka hati. Kita telah diciptakan dengan berjuta kebaikan dan potensi. Sebab, ada banyak hal yang patut disyukuri. Dengan memperbesar rasa syukur, kita akan mendapatkan kebahagiaan sejati. Sehingga, kita akan jadi "boneka" cantik yang bukan hanya cantik di luar, tapi juga dari dalam diri.

SUMBER: Andrie Wongso - andriewongso.com

Sabtu, 26 Maret 2011

JADILAH DIRI SENDIRI !

Dalam hidup kadang-kadang kita selalu ingin menjadi orang lain dan merasa orang lain lebih hebat dan selalau mengecilkan arti pekerjaan sendiri padahal melakukan pekerjaan yang sekecil apapun dengan baik, kita sudah melakukan sesuatu yang besar. Di bawah ini ada sedikit cerita tentang keadaan itu, tapi sadarilah bahwa kita memang harus mejadi diri sendiri, be yourself

adalah sebuah lampu templok (lampu kecil) yang tergantung di pondok penjaga Mercusuar. Setiap hari si lampu kecil selalu mengeluh akan tugasnya yang “hanya” menerangi pondok di penjaga dan si lampu kecil selalu iri kalau memandang lampu mercusuar yang begitu gagah, besar dan terang dan mempunyai tugas mulia. Menurut si lampu kecil, bahwa akan sangat membanggakan kalau dia juga bisa berdiri (tergantung) di tempat mercu suar yang tinggi, sehingga dia juga bisa melakukan tugas yang “mulia”. Hari yang dinantikan tiba. Pada suatu malam yang sangat berbadai, gelombang tinggi, angin menderu dengan kencang, si penjaga mercu suar membawa si lampu kecil (sebagai penerang) untuk naik ke mercu suar untuk berjaga jaga. Si lampu kecil pun ditempatkan di samping lampu mercu suar yang gagah tersebut. Seketika si lampu kecil merasa bahwa hidupnya sekarang jauh lebih berarti karena sudah bisa berdiri sama tinggi sama si lampu mercu suar dan ikut melakukan pekerjaan mulia. Detik ke detik, menit ke menit si lampu kecil tambah merasa bangga, dan dia memandang jauh ke depan untuk melihat kapal yang lalu lalang dan menjadikan mercu suar sebagai Tanda. Tetapi setelah si lampu kecil memperhatikan dengan seksama, dia melihat bahwa nahkoda kapal sama sekali tidak melihat dia, yang dilihat oleh nahkota adalah lampu mercu suar tanpa melihat sama sekali si lampu kecil. si lampu kecil kecewa.
Tibalah saatnya si penjaga mercu suar untuk pulang ke pondoknya dan membawa si lampu kecil. sampai dipondok si lampu kecil sadar bahwa tugasnya juga mulia apabila dia menjadi diri sendiri karena sudah bisa membantu si penjaga mercu suar melakukan tugasnya dengan menjadi penerang jalan dan penerang pondok.

cinta & pernikahan ala guru plato

Satu hari, Plato bertanya pada gurunya,,

“Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?”

Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas didepan sana.

Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali,

kemudian ambillah satu saja ranting.

Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan,,

artinya kamu telah menemukan cinta”

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.

Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?”

Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik).

Sebenarnya aku telah menemukan

yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut

Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting – ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi,

jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya

“Gurunya kemudian menjawab ” Jadi ya itulah cinta”

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya,

“Apa itu pernikahan? Bagaimana saya bisa menemukannya?”

Gurunya pun menjawab “Ada hutan yang subur didepan sana.

Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh)

dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi,,

karena artinya kamu telah menemukan apa itu pernikahan”

Plato pun menjawab, “sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong.

Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini.

Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya“

Gurunyapun kemudian menjawab, “Dan ya itulah pernikahan”

Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan.

cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih.

Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan…

tiada sesuatu pun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali. . .

Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur…

Terimalah cinta apa adanya :)

Pernikahan adalah kelanjutan dari Cinta.

Adalah proses mendapatkan kesempatan,,,

ketika kamu mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada,

maka akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya,

Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia2lah waktumu dalam mendapatkan pernikahan itu, karena sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya…

Jumat, 17 September 2010

AIR atau AWAN



Di sebuah tempat nan jauh dari kota di Jawa Barat , tampak seorang pemuda bergegas menuju surau kecil. Wajahnya menampakkan kegelisahan dan kegamangan.
Ia seperti mencari sesuatu di surau itu.

"Assalamu'alaikum, Kabayan " ucapnya ke Kabayan yang terlihat sibuk menyapu ruangan surau. Spontan, si Kabayan itu menghentikan sibuknya. Ia menoleh ke si pemuda dan senyumnya pun mengembang.

"Wa'alaikumussalam. Mangga. Mari masuk!" ucapnya sambil meletakkan sapu di sudut ruangan.
Setelah itu, ia dan sang tamu pun duduk bersila.

"Ada apa, Jang ?" ucapnya dengan senyum yang tak juga menguncup.
"Kabayan , Aku diterima kerja di kota!" ungkap sang pemuda kemudian.
"Syukurlah," timpal si Kabayan bahagia. "Kabayan, kalau tidak keberatan, berikan aku petuah agar bisa berhasil!" ucap sang pemuda sambil menunduk.

Ia pun menanti ucapan si Kabayan di hadapannya.

"Jang , Jadilah seperti air. Dan jangan ikuti jejak awan," untaian kalimat singkat meluncur tenang dari mulut si Kabayan.
Sang pemuda belum bereaksi. Ia seperti berpikir keras memaknai kata-kata Kabayan.

"Maksud, Kabayan?" ucapnya kemudian.
"Jang , Air mengajarkan kita untuk senantiasa merendah. Walau berasal dari tempat yang tinggi, ia selalu ingin ke bawah. Semakin besar, semakin banyak jumlahnya; air kian bersemangat untuk bergerak kebawah. Ia selalu mencari celah untuk bisa mengaliri dunia dibawahnya," jelas si Kabayan dengan tenang.

"Lalu dengan awan,Kabayan?" tanya si pemuda penasaran.

"Jangan sekali-kali seperti awan, Jang. Perhatikanlah! Awan berasal dari tempat yang rendah, tapi ingin cepat berada di tempat tinggi.
Semakin ringan, semakin ia tidak berbobot; awan semakin ingin cepat meninggi," terang si Kabayan begitu bijak.

dari milis motivasi

Posted by inspirasipagi.imeldafm at 8:15 AM 0 comments

TUESDAY, SEPTEMBER 14, 2010

 

Senin, 16 Agustus 2010


Petaka Bagi Orang Rakus
Jakarta - Pada zaman Nabi Isa as ada seorang laki-laki yang ingin sekali menjadi sahabat beliau. Suatu hari ia menemui Nabi Isa as dan berkata, "Wahai Isa, ingin sekali aku bersahabat denganmu ke mana pun kau pergi." Nabi Isa as mengizinkannya, "Baiklah jika demikian."

Suatu hari kedua sahabat tersebut berjalan di tepi sebuah sungai. Karena lapar, mereka beristirahat dan membuka perbekalan berupa tiga potong roti. Nabi Isa as mengambil satu potong, lelaki itu juga mengambil satu. Masih tersisa satu potong lagi. Ketika Nabi Isa as pergi ke sungai dan kemudian kembali, roti yang tinggal sepotong tadi sudah tidak ada. Nabi Isa as bertanya pada sahabatnya, "Siapakah yang telah mengambil sepotong roti?" Sahabatnya menjawab, "Aku tak tahu."

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan. Setelah jauh berjalan, mereka bertemu sungai lagi, Nabi Isa as memegang erat tangan sahabatnya itu, menariknya untuk menyeberang. Nabi Isa berkata, "Wahai sahabatku, sebenarnya siapa yang mengambil roti itu?" Tetap, lelaki itu menjawab, "Aku tak tahu."

Sampailah dua sahabat itu di sebuah hutan. Saat mereka duduk-duduk untuk beristirahat, Nabi Isa as menemukan sejumlah perhiasan. Kemudian, Nabi Isa as membaginya menjadi tiga bagian, ia berkata, "Untukku sepertiga, dan kamu sepertiga, sedangkan yang sepertiganya lagi untuk orang yang mengambil roti." Dengan cepat sahabatnya itu berkata, "Akulah yang mengambil roti itu." Nabi Isa as pun berkata, "Ambillah semua bagian ini untukmu." Lalu keduanya berpisah.

Laki-laki itu sangat girang. Kemudian datanglah dua orang yang akan merampok perhiasan itu. Saat perampok itu ingin membunuhnya, laki-laki itu berkata, "Lebih baik perhiasan ini kita bagi tiga saja." Dua orang perampok itu setuju, lalu menyuruh salah seorang untuk membeli makanan ke pasar.

Muncullah keinginan orang yang pergi ke pasar untuk menguasai seluruh perhiasan itu. Ia berkata, "Untuk apa perhiasan itu dibagi tiga, lebih baik untuk aku semua. Makanan ini aku racun agar mereka berdua mati." Sementara itu, dua orang yang menunggu di hutan pun berpikiran sama. Salah satu dari mereka berkata, "Lebih baik, saat ia datang membawa makanan, kita bunuh saja. Dan harta ini menjadi milik kita berdua."

Dua orang tadi bersepakat. Kemudian saat orang yang membawa makanan itu datang, mereka membunuhnya. Keduanya sangat senang mendapat bagian yang lebih banyak dari yang seharusnya. Kemudian mereka memakan makanan yang telah diberi racun. Keduanya pun mati.

Ketika Nabi Isa as berjalan melintasi hutan dan melihat tiga mayat yang mati di sekitar perhiasan, maka ia berkata, "Inilah contohnya dunia. Maka berhati-hatilah kamu kepadanya." (imam)

(Kisah ini merupakan kerjasama dengan www.alifmagz.com)